sebuah renungan, dan memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki diri.
Curhat Seorang Rekan Dosen
by Ridho Wattimena (dosen teknik pertambangan itb)
on Monday, 21 February 2011 at 11:16
———————————————————————————————————————————–
Memang dari sisi peringkat SNMPTN, ITB mendapatkan mahasiswa rangking atas. Tetapi apakah rangking tinggi SNMPTN secara otomatis merepresentasikan “keterbaikan” tadi. Saya kira penilaian ini sangat-sangat naif.
“Nilai” seseorang tidak cukup hanya dilihat dari angka-angka tersebut. Ada hal lain yang menentukan “nilai” seseorang yang bahkan jauh lebih berharga dari angka-angka tadi. Soft skill adalah salah satunya. Dan fakta menunjukkan bahwa soft skill mahasiswa ITB sangat memprihatinkan. Bahkan ada kesimpulan psikolog, mahasiswa ITB pintar secara intelektual tapi memiliki kecenderungan untuk merusak. Apakah mahasiswa semacam ini kita sebut sebagai putra-putri terbaik Indonesia? Justru orang semacam ini bisa berbahaya karena berpotensi menggunakan kepintaran intelektualnya untuk tujuan yang negatif.
Data lain, selama pemilihan mahasiswa teladan tingkat nasional beberapa tahun terakhir ini, hampir tidak pernah mahasiswa ITB keluar sebagai juara pertama. Lalu mana predikat sebagai mahasiswa terbaik? Apa ukuran terbaik itu?
Akhir-akhir ini, tingkah laku mahasiwa ITB makin aneh (menurut pemantauan saya). Saya merasa sikap mahasiswa ITB sekarang serupa dengan sikap mahasiswa PT swasta beberapa puluh tahun yang lalu yang pernah saya ajar. Dulu saya tidak pernah melihat mahasiswa ITB yang bergerombol sambil main kartu dan tidak pernah melihat mahasiswi yang merokok. Sekarang mahasiswi begitu bangga memamerkan kepulan asap rokoknya di depan para dosen yang lewat.
Mungkin benar dulu mahasiwa ITB merupakan putra-putri terbaik Indonesia. Mereka adalah juara-juara di daerah yang berasal dari berbagai golongan ekonomi. Banyak dari mereka dari golongan ekonomi lemah dengan daya juang yang luar biasa. Mereka adalah mahasiswa-mahasiswa pekerja keras dengan mimpi-mimpi besar. Sebagian mereka itu sekarang sedang menjadi para dosen di ITB.
Sekarang, banyak mahasiswa masuk ITB hanya untuk mengejar status. Mereka berasal dari golongan yang sangat berkecukupan, dan tidak terlalu penting bagi mereka untuk memikirkan bahwa setelah lulus nanti mau kerja di mana. Karena mereka adalah anak orang-orang yang sangat berkecukupan yang menjalankan perusahaan-perusahaan besar. Dan lebih parah lagi, ITB sangat memanjakan mahasiswa dari golongan ini.
Bagi saya, mengatakan mahasiswa ITB sebagai putra-putri terbaik di Indonesia sama dengan pemkot Bandung tanpa malu masih mempertahankan status Bandung sebagai Paris van Java. Teralu indah kota Paris untuk dikaitkan dengan kota Bandung yang tidak karuan seperti ini. Sebenarnya kita harus malu dengan hal ini.
Kalau kita jujur sebagai dosen, masihkah kita mau mengklaim bahwa mahasiswa ITB sebagai putra-putri terbaik Indonesia?
0 comments:
Posting Komentar